Sabtu, 04 Februari 2017

Quotes of Sinta Yudisia's the Lost Prince



Almamuchi mencoba bertahan dengan memelihara ingatannya.

Ia sedang nestapa, hilang akal, sendiri, tanpa arah. Bahkan pemuda itu bisa dimangsa pikirannya sendiri.

Sekarang, jika ada kesempatan pada dua belah tanganmu untuk membangun kembali peradaban Islam yang tertinggi, apakah kau akan lakukan sesuatu untuk mewujudkannya?

Almamuchi bahkan kehilangan semua perbendaharaan kata untuk menyangkal atau membela diri.

Tapi menangis hanya semakin menambah rasa sakit bagi kepedihannya selama ini. Digigitnya bibir kuat-kuat agar tak satupun gemuruh dalam dadanya meledak keluar.

Kekhawatiran hanyalah bisikan setan, Amir.

Ingatannya sudah sekeriput permukaan kulit.

Tapi dalam perjalanan panjang hidup seseorang, ada penggal-penggal peristiwa yang membekas begitu dalam.

Jangan menyela, jangan menyangkal. Jangan berpikir ini hanya kisah yang dilebih-lebihkan apalagi sekadar isapan jempol. Sebaliknya, mulailah merencanakan sesuatu. Kita punya satu kesempatan untuk mengembalikan Islam kembali pada kejayaannya.

Sejujurnya kukatakan, ini saat terberat dalam hidupku. Maka dari itu aku tak dapat memutuskan perkara ini sendiri. Aku butuh masukan kalian, aku butuh bantuan kalian.

Aku rasa, kita takkan lupa bagaimana 24.000 cendekiawan terbunuh di Baghdad saat penyerbuan Jengiz Khan. Enam ribu perpustakaan hangus terbakar, belasan ribu literatur Islam dihanyutkan ke sungai.

Dalam kitab-kitab perang tidak disebutkan pasukan yang banyak merupakan kulnci kemenangan. Perlu tekad. Kesatuan kehendak. Aturan yang rinci. Waktu yang tepat. Pendukung yang setia. Prajurit yang taat dan siap berkorban. Satu lagi, pemimpin yang disegani.

Jika kita menghitung rintangan, jumlahnya lebih dari seribu. Jika kita mencari ketidak-sepahaman, sumbernya ada seribu. Jika mencari perselisihan, penyebabnya ada seribu. Perpecahan yang terjadi di antara kita hanya menimbulkan bencana.

Setiap dari kita adalah berharga. Pasti ada sesuatu yang dapat kita sumbangkan, sesuatu yang bermanfaat bagi umat.

Keburukan seperti air laut, Sahabat. Terlihat banyak, bergulung-gulung, datang silih berganti, tapi tak pernah memecahkan karang. Ia hilang begitu angin bertiup. Tapi kebaikan seperti batang pohon. Bertunas, tumbuh, bercabang dan memiliki ranting, lalu bersemi makin rindang. Akarnya kokosh menghujam bumi, buahnya ranim dan dapat dipetik di segala musim. Ia tumbuh dan terus tumbuh. Setiap gugur akan digantikan dengan oleh semai yang baru.

Kita tidak berbicara tentang pasukan, senjata dan peperangan, Quthb. Mulai sekarang kita akan mempersiapkan kekuatan apapun yang ada. Mendidik anak-anak dan para wanita kita agar memiliki mental baja menghadapi segala kesulitan, membekali mereka dwngan keahlian dan kepandaian. Menanamkan ke benak para sahabat dan masyarakat untuk kembali ke pangkuan Islam. Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, yang keberadaannya menaungi setiap makhluk di bumi ini.

Ini saatnya kita mengumpulkan keping demi keping harapan, bukan rasa keputusasaan yang cepat timbul saat satu permasalahan muncul.

Darimu? Kami tak mau apa-apa. Harta kami sudah punya. Seberapa banyak harta yang diperlukan selain makan, tempat tinggal, sehat dan berpendidikan? Kami sudah cukup. Kami hanya ingin kemuliaan Islam kembali di bumi. Islam yang menanungi alam semesta, yang menjaga kehormatan manusia tetap pada martabatnya. Yang menjadikan dunia sebagai kereta menuju akhirat hingga tak satupun jiwa saling menindas antara satu dengan lainnya. Yang menjadikan Al Quran dan sun ah Rasul sebagai pegangan hidup hingga dunia ini berlimpah cahaya-Nya.

Kematian dan kehidupan hanya sebatas tirai tipis, lalu apakah ia harus menyia-nyiakan peluang yang ada?

"Apa yang kalian harapkan?"
"Suatu tempat yang paling menyenangkan di surga, saat kawan-kawanku dapat berdampingan dengan Rasul yang mulia dan menetap wajah Rabb-ku."


Kamis, 02 Februari 2017

Di dalam Sebuah Janji


Ia bukankalah seorang yang suka bermalas-malasan. Ia lebih senang membenamkan diri di dalam pekerjaan.

Tak ada kehancuran yang lebih besar dibandingkan kesombongan. Tak ada kecerobohan yang lebih malang dibandingkan kemarahan yang meluap. Tak ada kelalaian yang lebih merugikan selain kegembiraan yang meluap.

Kau takut, Sholahuddin? Ke mana darah leluhurmu yang gemar berpetualang dan pemberani?

Jengiz Khan dan pasukannya membunuh 24.00 cendekiawan muslim. Membunuh suatu kota Muslim dengan jumlah penduduk 100.000 hingga tinggal 40 orang adalah tragedi yang tak ingin dibaca lagi. Tapi itulah sejarah.

Kau pun harus percaya bahwa waktu akan berpihak pada kita.

Kebohongan akan menujukkan kekerdilan dan anda bukanlah seseorang yang kerdil, Kaisar.

Perputaran waktu berjalan sesuai dengan sabda alam.

Kematian memang suatu kemestian. Namun bila diakhiri di ujung pedang musuh yang kejam. Sanggupkah mereka bersabar mengatasi sakaratul maut?

Tak ada gunanya berbicara dengan orang yang ingin membisu. Barangkali gadis itu lebih memilih diam sebagai kawannya berbagi.

Di manakah kebahagiaan itu, Ayah, ketika kita menyaksikan impian kita dihancurkan oleh orang-orang yang kita cintai?

Dan kekuatan bukan dilahirkan dari sepasukan tentara yang kuat melainkan kepercayaan dan persahabatan.

Pernah kau merasa rasa cinta yang menyiksa dan memenjarakanmu?

Norak! Jangan sampai kita terlihat seperti menjajakan diri. Kita putri-putri yang dididik terpelajar, jangan biarkan orang menebak isi hati kita.

Arghun menolehkan kepala. Menghadiahi  sebuah tatapan belati ke arah adik bungsunya.

Apa aku punya salah? Jika iya, coba katakan. Siapa tahu itu memang kejelekan yang harus diperbaiki.

Kata-kata adalah senjata yang lebih ampuh dari guratan pedang.

Itu kesalahanmu sendiri. Kau terlalu cepat terpancing kemarahan. Seandainya kau lebih bersabar, kemenangan ada di pihakmu. Kemarahan selalu mendatangkan kerugian karena seringkali mengaburkan akal sehat dan pertimbangan.

Setiap orang sejajar, Nak. Seorang bangsawan dan rakyat hanya berbeda karena pakaiannya. Sesungguhnya bahan dasar mereka sama. Sama-sama membusuk ketika sudah mati nantinya.

-Quotes of Sebuah Janji, a novel by Sinta Yudisia-

Bersama Sebuah janji Aku Berkelana



Ke mana aksara membawamu berkelana? Aku telah tiba di Mongolia, daerah kekaisaran yang ditaklukkan oleh Jengiz Khan. Yang karenanya banyak muslim gugur dibumihanguskan.

Sebuah janji, novel Bunda Sinta Yudisia yang telah membawaku ke sana. Dengan tokoh utama yang dibawakan oleh Kaisar Tuqluq Timur Khan. Janjinya kepada Syeih Jamaluddin memberikan warna baru dalam cerita.

Bukan melulu tentang romansa, novel ini membuat rinduku akan karya FLP tertuai. Sebelumnya, Sebuah Janji telah kutemui di deretan buku perpus ketika aku duduk di bangku menengah kelas satu. Sampai menginjak SMA ia tetap di situ. Berderet rapi tak terjamah di antara buku-buku.

Aku memang tak begitu tertarik dengan novel berlatar sejarah. Namun penghargaan yang diraih penulis membuatku selalu tergelitik untuk membacanya. Pemenang I sayembara Novel Islami Gema Insani, begitu tertera di sampulnya.

Usai sidang skripsi aku mengumpulkan banyak buku dari berbagai rekan. Menjadi anak Sastra bukanlah hal yang susah untuk mendapatkan berbagai buku keren. Nah itulah petualanganku dengan Sebuah janji.

Beberapa tontonan film bertemakan kolosal membuatku mudah menggambarkan apa yang terjadi di dalam Sebuah janji.

Kaisar Tuqluq Timur Khan, dan konlfliknya dengan para selir serta putra-putranya mengingatkanku pada jaman Goryeo yang digambarkan di The Moon Scarlet.

Putri Han Shiang, sang selir  ingin putra bertakhta, atau setidaknya putrinya dipermaisurikan sang raja baru nantinya. Untuk mendapatkannya, tentunya haruslah dilalui dengan pertempuran berdarah, bersama para pengkhianat kerajaan kemudian ia bersekongkol.

Kekhawatiran Permasuri Ilkhata, istri sang kaisar akan pertempuran sedarah pada ketiga putranya cukup beralasan. Pertikaian yang mungkin terjadi di antara Takudar, Arghun dan Buzun. Menilik leluhurnya dahulu, anak-anak Jengiz Khan membagi kekuasaan bedasarkan egonya masing-masing.

Dan benarlah. Ada pengkhianat di dalam istana. Yang menyusup diam-diam mengambil takhta. Di malam ketika lampion-lampion merah tergantung di sepanjang Sungai Kerulen. Perayaan tahun baru membuat penjagaan istana dalam keadaan kosong. Sedang Kaisar tengah berbaring kesakitan.

Ajudan manakah yang berani melanggar sumpah setia? Keluarga yang mana beralih menjadi pengkhianat? Sebuah Janji, janji apakah itu? Dan siapa yang akan menepati jika sang Kaisar telah mati?

Lalu mari kita pergi mengelana, bersama Sebuah Janji, ke Mongolia. Tempat Takudar melarikan diri. Karena Sebuah Janji melulu tentang pertikaian. Ia adalah tentang janji yang harus ditepati.