Jumat, 28 Juli 2017

Belajar dari 101 Dosa Penulis

Dosa adalah kesalahan. Darinya kita belajar agar menjadi lebih baik dibandingkan masa sebelumnya. Isa Alamsyah, suami Asma Nadia membocorkan kepada kita 101 Dosa Penulis Pemula. Tentunya agar kita mengambil hikmah. Belajar untuk tidak mengulanginya. Tobat euy, tobat!

Buku ini diawali dengan berbagai jenis pengulangan yang sering dilakukan oleh penulis. Seperti terlalu banyak aku dalam satu kalimat. Menerangkan yang sudah jelas. Klise tapi sering terjadi.


Aku masuk ke kelasku sambil kubawa buku sejarahku yang lumayan berat. Baru saja kumelangkah, sahabatku yang selalu membantuku di saat aku sedang kesulitan, memanggilku dari jauh.

Ups.

Dosa lainnya adalah konflik dan detail. Terkadang seorang penulis tidak fokus dengan apa yang ingin dia sampaikan. Tulisan yang harusnya hanya membicarakan satu pokok permasalahan lantas melebar ke mana-mana. Dan detail yang tidak perlu menjadi ada.

Pak Isa mengisyaratkan hal tersebut dengan penulis mabuk. Bicaranya banyak tapi maksud dari yang dikatakan tidak ada. Fokusnya hilang.
Beliau mengibaratkannya dengan drama yang membosankan. Apalagi jika lead atau opening tulisan tidak membuat pembaca tertarik. Mereka pergi begitu membaca paragraf pertama, atau bahkan hanya kalimat pembuka.

Itulah pentingnya belajar mengaplikasikan teknik-teknik yang benar pada tulisan.  Cara tertentu yang harus kita pelajari. Tentunya menulis berita berbeda dengan menulis puisi.

Di dalam buku ini Pak Isa memaparkan beragam contoh. Sampelnya diambil dari anggota KBM (Komunitas Bisa Menulis) di Facebook.


Sedangkan untuk shirathal mustaqim alias tulisan yang sesuai kaidah, banyak mengambil ilustrasi dari adegan film-film luar negeri. Kamu bisa mencatat judul dan mengunduhnya sebagai bahan ajar. Contekan biar tulisanmu makin indah di mata pembaca.

Menurutku buku ini nggak hanya cocok untuk pemula. Penulis profesional pun butuh mengoleksi karya Pak Isa sebagai bacaan. Tentunya agar sehabis membaca mereka bisa langsung praktek. Karena tuntutan profesi kan.

Bukankah ilmu yang bermanfaat adalah yang diamalkan? Tambah nafi' wes.

Melihat semua seluk-beluk kepenulisan dikupas habis di sini, Dari A sampai Z! Itu membuatku memberi empat bintang dari lima.  Titik koma penulisan dialog hingga PoV [point of view] dan pemilihan diksi juga dibahas.


Kerennya lagi, buku 101 Dosa Penulis Pemula hanya disusun dalam jangka waktu sepekan! Masya Allah. Tujuh hari menulis tanpa henti. Buku setebal 318 halaman.

Karena gigih dan nekat juga perlu menjadi mental penulis. Pun semangat pantang menyerah. Louis L'Amor, pernah ditolak sebanyak 350 kali. Namun kini memiliki lebih dari 100 buku. Ya, beberapa bab terakhir membisikkan kita sekian motivasi agar terus melanjutkan tulisan. Meneruskan perjalanan literasi tanpa takut patah hati ditolak kepala direksi.

Yuk! Taubat, yuk.. biar nggak dosa.

Alias,
terus berlatih agar tulisan kita makin kece.


***
Judul: 101 Penulis Pemula
Penulis: Isa Alamsyah
Penerbit: Asma Nadia Publishing House
Halaman: 318



Rabu, 19 Juli 2017

Menjejak Karya Angkatan '45

Gema Tanah Air: Prosa dan Puisi 2, begitu judul buku yang sempurna disusun H.B. Jassin di tahun 1948. Antologi yang berisi kumpulan sajak dan cerita karangan pujangga angkatan '45. Penyair favorit kita, Chairil Anwar hadir dengan 9 karya sastra pilihan. Aku yang fenomenal itu bahkan ada di urutan pertama yang tampil di hadapan pembaca.


Ada 21 pujangga yang ikut terangkum oleh H.B. Jassin. Jadi tak hanya Bung Chairil saja. Tercantum di sana Asrul Sani, Sakti Alamsyah, Abas Kartadinata dkk. Kesemuanya lelaki kecuali Siti Nuraini dan Samiati Alisjahbana. Itu perkiraanku saja. Menebak gender dari nama.

Penulis-penulis itu ditampakkan lengkap dengan biografi singkat sebelum pergelaran karya di dalam buku Gema Tanah Air: Prosa dan Puisi 2. Dari paparan H.B. Jassin yang tertera di sana lantas kutahu semua-muanya adalah orang berpendidikan.

Dan kebanyakan pujangga-pujangga kita alumni sekolah Belanda yang lahir di tahun 20-30an. Itulah mengapa banyak berpengaruh dalam sajak atau cerita yang mereka karang.

Jikalau Aku adalah puisi yang kusuka di antara lainnya, maka dari kalangan (bangsawan :p) prosa aku menikmati karya Abas Kartadinata. Tulisannya berjudul Tidak Bernama beralamatkan halaman 174-184. Berkisah dua anak kembar yang bercengkrama di dalam rahim sang ibunda.

Mereka berdiskusikan suara-suara yang datang di telinga. Tak hanya berdua, keping-keping darah yang ada di sekitar pun diajak bercengkrama. Hingga lahir mereka tetap tak bernama.

Aku pun tertegun dalam puisi Asrul Sani berjudul Surat dari Ibu. Puisi beralamatkan halaman 102 ini adalah sajak yang aku nyanyikan saat kelas VII SMP. Bu Sahliah, sang guru Bahasa membagi dan menyuruh kami mengkreasikanny dengan nada dalam kelompok-kelompok. Cara mengajar beliau selalu unik. Membuat kami semakin mencintai sastra.

Kembali pulang, anakku sayang

Kembali ke langit malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
"Tentang cinta dan hidupmu, pagi hari."


Karya lainnya lebih banyak menceritakan zaman mencekam. Serdadu Belanda-Jepang yang masih berada di Indonesia hingga penyakit menakutkan, mematikan; TBC, terlihat biasa mondar-mandir di antara karya satu dan lainnya.

Masyumi turut menjadi topik menarik di dalam buku ini. Menyaingi kehadiran anggur dan perempuan. Ini pasti dikarenakan, this party very incredible at that time. Pengen baca banyak tentang Masyumi. Apalagi buku most-favenya Pak Rafif, kepala sekolah Reading Challenge bertemakan Masyumi. It makes me more curious about.

However, penulisan dan pilihan kata yang dipakai para penulis menjadi perhatian tersendiri. Tertulis di zaman perang dan pemulihan bangsa, diksi kata yang dipilih tak sama dengan EBI (Ejaan Bahasa Indonesia) yang kita kenal sekarang. Kita tahunya 'suster' tapi di halaman 178 dan 273 tertulis 'zuster'. 'Pulpen' di zaman itu familiar dengan 'vulpen'. Pun 'uang' yang banyak tersebar di sekian prosa masih terejakan 'wang'.

Puisi dan prosa yang terkumpul dalam Gema Tanah Air ini tak semuanya baru. Banyak yang sudah terpublikasikan. Di bagian akhir karya tertulis nama-nama media yang pernah memuat sebelumnya. Zenith, Mimbar Indonesia, Siasat, Panca Raya, dan Kisah di sanalah H.B Jassin memetik bibit-bibit bunga hingga jadilah kebun kekata bernamakan Gema Tanah Air: Prosa dan Puisi 2.

Antologi karya yang membuat pikiran kita lebih terbuka. Karena kita lebih tahu. Dengan karya penulis papan atas, selain menambah khazanah keilmuan, in this case sejarah bangsa, juga memperkaya diksi. Terlebih aku yang menyukai puisi.

***
Judul: Gema Tanah Air: Prosa dan Puisi 2
Penyusun: H.B. Jassin
Penerbit: Balai Pustaka
Cetakan: pertama - 1948, kesepuluh - 1993
Halaman: 278


Rabu, 12 Juli 2017

Keabadian Cinta Taj Mahal


Taj Mahal berasal dari kata Mumtaz Mahal yang berartikan Istana paling Istimewa. Ialah panggilan sayang sang raja pada permaisurinya. Namun bukan hanya itu, istana putih berpualam di India itu tidak hanya perwujudan rasa Shah Jahan. Ustadz Isa, sang arsitek, menanam pula romansanya di setiap inci mahakaryanya.

India telah dikuasai Islam pada saat Taj Mahal dibangun. Pun dengan raja mereka. Seneng banget, ketika Al-Qur’an terlantun merdu dalam romansa ini. AyatNya menjadi pembuka salah satu chapter di sana.

Aku jadi teringat Takudar. Rindu dengan penguasa Muslim Mongolia yang pertama, setelah Takhta Awan, aku masih menanti sekuel selanjutnya, semoga segera. Kita doakan saja.

Kembali cinta yang mengabadikan dirinya pada sinar terang di malam purnama. Taj Mahal, karya John Shors juga menampilkan kisah tentang ketegaran. Pada Jahanara sifat itu terpancarkan. Sang Putri yang merupakan cerminan kecantikan sang Ibunda. Aku belajar banyak padanya. Belajar menjadi cerdas, karib yang menyenangkan dan bagaimana berdiplomasi dengan para ningrat tanpa menimnulkan kecurigaan dan perpecahan.

Sama seperti kisah kerajaan yang pernah kau tonton atau terbaca dari buku-buku, romansa dari India ini sarat dengan adegan pengkhianatan, penggulingan takhta. Pernikahan politik atas dasar perluasan daerah atau perdamaian dengan penguasa lainnya juga terjadi di sini.

Membaca Kehidupan
Penerjemahan
Cara Meithya menerjemahkan buku sekitar 500 halaman ini memukauku. Ia pintar sekali memilih dan memilin kata menjadi sedemikian sempurna. Aku beberapa kali mencicipi kualitas terjemahan yang buruk, jadi kuacungi jempol pada sang penyunting.

Rembang petang, katanya beberapa kali terlihat dalam pilihan katanya. Rembang semakna dengan tepat betul, pada puncaknya. Itu terdengar hebat menurutku. Juga bagaimana Meithya mengambil kata sebagai diksi dalam terjemahan di seluruh suntingnya. Sangat nyastra, I want to be like her, someday. An incredible professional translator or even interpreter. 

Dekorasi
Sang Arsitek
“Kita membutuhkan orang-orang terbaik sedunia, Jahanara. Aku tak peduli negeri mana yang kausebut rumah.”

Taj Mahal membutuhkan dua puluh dua ribu pekerja yang berasal dari mancanegara. Pun beberapa ahlinya, berasal dari Eropa. Isa, sang arsitek tak peduli. Ia paham betul bahwa bangunan impian sang raja haruslah yang terbaik. Maka the experts pun ia panggil dari seluruh dunia.

Sayangnya Shors tak menceritakan dari mana Isa mempelajari seni yang sangat indah itu. Apakah ia lulusan universitas ternama atau, kursus paling mahal di dunia. Eh, dulu mah mana ada ya. Yang jelas dulunya ia lahir dan besar di Persia. Melihat betapa fenomelnya istana yang ia dirikan, aku jadi mengerti, cintalah yang menampakkan rasa pada karyanya.

Pengen deh rasanya manggil Ryan tokoh utamanya Diorama Sepasang Al Banna dan Dilatasi Memori untuk berkolaborasi dengan sang arsitek keren. Terus nanti mereka bikin perpustakaan setara atau malah mengalahkan Camridge yang memiliki milyaran koleksi. Oh I hope, I hope!

Idealisme
Pluralisme
Novel ini mengajarkan bagaimana berkompromi dan bertetangga dengan agama lainnya. Dara, sang putra mahkota yang gila syair dan sastra bahkan menulis buku yang menyatukan Hindu dan Islam yang menjadi agama mayoritas kala itu.

Itulah mengapa kemudian ia dituduh ahli bid’ah oleh Aurangzeb, saudara Jahanara yang takut ular kobra. Anak kedua raja yang kelak bernama Alamgir.

Cahaya
Nilai Islam
Dari apa yang Shors narasikan dengan banyaknya minuman keras yang ditampilkan hampir setiap bab, aku tak setuju. Ia juga menyebut bahwa Al-Qur’an sedikit keliru mengharamkan anggur karena ia membebaskan segala urusan pelik kehidupan. 

Tentu saja itu tidak benar. Sebagai Muslim aku tak sepakat dengan apa yang ia lontarkan. Jadi kita tak serta merta menelan mentah-mentah apa yang penulis tunjukkan dalam wacananya. Yup, it is about my faith.

Overall, setelah baca novel sejarah ini jadi mengerti latar belakang Istana Marmer Putih didirikan. Dan ternyata ada dua kisah cinta yang mendasarinya. Tapi untuk membuktikannya, kita harus menganalisis novel ini dengan New Criticism. Kalau pakai Historical Criticism nanti jadinya cuma berpatokan sama satu sumber aja. Kan katanya history is based on who is told you about. Dari perspektif mana sejarah diceritakan dan siapa yang menceritakan.

Seperti kisah ibu tiri yang biasanya diceritakan kejam, di Malleficent malah kita tahu alsannya kenapa. Eh. Jjadi ke situ-situ ya? Hoho, efek kangen nganalisis nih. Rindu bikin paper. Yawda gitu saja romansa dari India yang bisa kuceritakan pada permirsah sekalian. See ya!

***
Judul Asli: Beneath a Marble Sky: A Novel of Taj Mahal
Penulis: John Shors
Penerjemah: Meithya Rose
Penerbit: Mizan
Terbitan: Cetakan ke-VII Maret 2008
Jumlah Halaman: 458
Rating: 3,5 dari 5