Rabu, 12 Juli 2017

Keabadian Cinta Taj Mahal


Taj Mahal berasal dari kata Mumtaz Mahal yang berartikan Istana paling Istimewa. Ialah panggilan sayang sang raja pada permaisurinya. Namun bukan hanya itu, istana putih berpualam di India itu tidak hanya perwujudan rasa Shah Jahan. Ustadz Isa, sang arsitek, menanam pula romansanya di setiap inci mahakaryanya.

India telah dikuasai Islam pada saat Taj Mahal dibangun. Pun dengan raja mereka. Seneng banget, ketika Al-Qur’an terlantun merdu dalam romansa ini. AyatNya menjadi pembuka salah satu chapter di sana.

Aku jadi teringat Takudar. Rindu dengan penguasa Muslim Mongolia yang pertama, setelah Takhta Awan, aku masih menanti sekuel selanjutnya, semoga segera. Kita doakan saja.

Kembali cinta yang mengabadikan dirinya pada sinar terang di malam purnama. Taj Mahal, karya John Shors juga menampilkan kisah tentang ketegaran. Pada Jahanara sifat itu terpancarkan. Sang Putri yang merupakan cerminan kecantikan sang Ibunda. Aku belajar banyak padanya. Belajar menjadi cerdas, karib yang menyenangkan dan bagaimana berdiplomasi dengan para ningrat tanpa menimnulkan kecurigaan dan perpecahan.

Sama seperti kisah kerajaan yang pernah kau tonton atau terbaca dari buku-buku, romansa dari India ini sarat dengan adegan pengkhianatan, penggulingan takhta. Pernikahan politik atas dasar perluasan daerah atau perdamaian dengan penguasa lainnya juga terjadi di sini.

Membaca Kehidupan
Penerjemahan
Cara Meithya menerjemahkan buku sekitar 500 halaman ini memukauku. Ia pintar sekali memilih dan memilin kata menjadi sedemikian sempurna. Aku beberapa kali mencicipi kualitas terjemahan yang buruk, jadi kuacungi jempol pada sang penyunting.

Rembang petang, katanya beberapa kali terlihat dalam pilihan katanya. Rembang semakna dengan tepat betul, pada puncaknya. Itu terdengar hebat menurutku. Juga bagaimana Meithya mengambil kata sebagai diksi dalam terjemahan di seluruh suntingnya. Sangat nyastra, I want to be like her, someday. An incredible professional translator or even interpreter. 

Dekorasi
Sang Arsitek
“Kita membutuhkan orang-orang terbaik sedunia, Jahanara. Aku tak peduli negeri mana yang kausebut rumah.”

Taj Mahal membutuhkan dua puluh dua ribu pekerja yang berasal dari mancanegara. Pun beberapa ahlinya, berasal dari Eropa. Isa, sang arsitek tak peduli. Ia paham betul bahwa bangunan impian sang raja haruslah yang terbaik. Maka the experts pun ia panggil dari seluruh dunia.

Sayangnya Shors tak menceritakan dari mana Isa mempelajari seni yang sangat indah itu. Apakah ia lulusan universitas ternama atau, kursus paling mahal di dunia. Eh, dulu mah mana ada ya. Yang jelas dulunya ia lahir dan besar di Persia. Melihat betapa fenomelnya istana yang ia dirikan, aku jadi mengerti, cintalah yang menampakkan rasa pada karyanya.

Pengen deh rasanya manggil Ryan tokoh utamanya Diorama Sepasang Al Banna dan Dilatasi Memori untuk berkolaborasi dengan sang arsitek keren. Terus nanti mereka bikin perpustakaan setara atau malah mengalahkan Camridge yang memiliki milyaran koleksi. Oh I hope, I hope!

Idealisme
Pluralisme
Novel ini mengajarkan bagaimana berkompromi dan bertetangga dengan agama lainnya. Dara, sang putra mahkota yang gila syair dan sastra bahkan menulis buku yang menyatukan Hindu dan Islam yang menjadi agama mayoritas kala itu.

Itulah mengapa kemudian ia dituduh ahli bid’ah oleh Aurangzeb, saudara Jahanara yang takut ular kobra. Anak kedua raja yang kelak bernama Alamgir.

Cahaya
Nilai Islam
Dari apa yang Shors narasikan dengan banyaknya minuman keras yang ditampilkan hampir setiap bab, aku tak setuju. Ia juga menyebut bahwa Al-Qur’an sedikit keliru mengharamkan anggur karena ia membebaskan segala urusan pelik kehidupan. 

Tentu saja itu tidak benar. Sebagai Muslim aku tak sepakat dengan apa yang ia lontarkan. Jadi kita tak serta merta menelan mentah-mentah apa yang penulis tunjukkan dalam wacananya. Yup, it is about my faith.

Overall, setelah baca novel sejarah ini jadi mengerti latar belakang Istana Marmer Putih didirikan. Dan ternyata ada dua kisah cinta yang mendasarinya. Tapi untuk membuktikannya, kita harus menganalisis novel ini dengan New Criticism. Kalau pakai Historical Criticism nanti jadinya cuma berpatokan sama satu sumber aja. Kan katanya history is based on who is told you about. Dari perspektif mana sejarah diceritakan dan siapa yang menceritakan.

Seperti kisah ibu tiri yang biasanya diceritakan kejam, di Malleficent malah kita tahu alsannya kenapa. Eh. Jjadi ke situ-situ ya? Hoho, efek kangen nganalisis nih. Rindu bikin paper. Yawda gitu saja romansa dari India yang bisa kuceritakan pada permirsah sekalian. See ya!

***
Judul Asli: Beneath a Marble Sky: A Novel of Taj Mahal
Penulis: John Shors
Penerjemah: Meithya Rose
Penerbit: Mizan
Terbitan: Cetakan ke-VII Maret 2008
Jumlah Halaman: 458
Rating: 3,5 dari 5


Tidak ada komentar:

Posting Komentar